STRATEGIC
MANAGEMENT
“Business Ethics, CSR and Risk
Management”
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM,
CMA
Disusun oleh:
Fauzan 55117120032
Program Studi Magister
Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Unversitas Mercu Buana
Jakarta
November 2018
Etika
bisnis dapat diartikan sebagai penerapan prinsip dan standar etika terkait
tindakan dan keputusan organisasi bisnis dan perilaku para stakeholder nya.
Prinsip etika dalam bisnis tidaklah terlalu berbeda dibandingkan prinsip etika
secara umum, hal ini dikarenakan dalam bisnis pun tindakan yang dilakukan
haruslah sesuai dengan konteks di lingkungan masyarakat mengenai apa yang benar
dan apa yang salah. Sehingga tidak ada standar etika khusus yang hanya berlaku
untuk situasi bisnis. Jika ketidakjujuran dianggap sebagai tindakan yang tidak
etis dan tidak bermoral, maka ketidakjujuran dalam berbisnis, baik kepada
pelanggan, supplier, karyawan, pemegang saham, kompetitor atau pemerintah, juga
dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak etis dan tidak bermoral. Terdapat
tiga aliran pemikiran berbeda mengenai sejauh mana standar etika dapat
diaplikasikan secara lintas budaya dan apakah perusahaan multinasional dapat
menerapkan standar etika yang sama pada setiap lokasi dimana mereka beroperasi,
yaitu:
·
The
School of Ethical Universalism
Menurut the school of ethical universalism,
konsep yang mendasari apa yang benar dan apa yang salah adalah universal dan
lebih luas dibandingkan budaya, masyarakat dan agama. Kesepakatan moral umum
mengenai perilaku yang benar dan salah dalam berbagai budaya dan negara akan
melahirkan standar universal yang berlaku untuk seluruh anggota masyarakat,
seluruh perusahaan dan seluruh pebisnis. Sehingga penganut teori ini akan
berpendapat bahwa seluruh pelaku bisnis haruslah mematuhi standar tersebut.
Kelebihan dari teori ini adalah mampu menggabungkan pandangan kolektif berbagai
jenis masyarakat dan budaya untuk menetapkan batas yang jelas mengenai perilaku
bisnis yang beretika dan tidak beretika, terlepas dari di wilayah mana kegiatan
bisnis tersebut dilaksanakan. Sehingga perusahaan multinasional dapat
menegmbangkan kode etik yang dapat berlaku secara universal tanpa harus
memperhatikan budaya lokal, tradisi, atau keyakinan agama di tempat
beroperasinya bisnis perusahaan tersebut.
·
The
School of Ethical Relativism
The school of ethical relativism
berpendapat bahwa keyakinan agama yang berbeda, kebiasaan dan norma perilaku di
suatu daerah serta budaya yang diterapkan dapat menimbulkan beberapa standar
etika yang berbeda mengenai apa yang benar dan apa yang salah. Hal ini berarti
tindakan bisnis akan dinilai benar atau salah tergantung kepada standar etika
yang berlaku pada lokasi tersebut. Menurut teori ini, tidak ada satu standar
baku yang dapat diterapkan secara universal. Mengandalkan teori ini untuk
menentukan tindakan yang benar dan yang salah akan menjadi masalah yang besar
bagi perusahaan multinasional, karena perusahaan harus memutuskan standar etika
yang manakah yang akan mereka terapkan secara universal. Para pelaku bisnis
yang menggunakan prinsip ini untuk memanfaatkan konflik standar etika untuk
beroperasi di berbagai wilayah akan dianggap memiliki moral yang rendah untuk
membangun dan menerapkan standar etika di perusahaan. Menerapkan beberapa
standar etika tanpa kompas moral yang jelas bukanlah dasar yang baik untuk
diterapkan, hal ini dikarenakan terdapat kemungkinan terjadinya penuntutan baik
oleh perusahaan maupun individu ketika ada hukum yang saling bertentangan.
·
Ethics
and Integrative Social Contract Theory
Menurut ethics and integrative social contract
theory, prinsip etika universal berdasarkan pandangan kolektif beberapa
masyarakat akan membentuk apa yang dinamakan “kontrak sosial”, yang menjelaskan
bahwa setiap individu dan organisasi memiliki kewajiban untuk mengamati berbagai
situasi. Dalam batasan-batasan kontrak sosial tersebut, budaya lokal dapat
ditambahkan apabila terdapat standar etika yang kurang sesuai. Kekuatan teori
ini adalah dapat mengakomodasi bagian terbaik dari ethical universalism dan ethical
relativism. Kontrak sosial juga dapat memberikan panduang yang jelas bagi
manajer perusahaan multinasional dalam
menyelesaikan
perbedaan etika di berbagai wilayah.
Corporate Social Responsibility
(CSR) mengacu kepada tugas perusahaan untuk beroperasi dengan cara yang mulia,
menyediakan lingkungan kerja yang baik untuk pekerja, mendorong keragaman
tenaga kerja, menjadi pelayan yang baik untuk lingkungan dan dengan aktif
berusaha untuk memperbaiki kualitas kehidupan di wilayah perusahaan beroperasi.
Inti dari
perilaku bisnis yang bertanggung jawab secara sosial adalah bahwa perusahaan
harus menyeimbangkan kebijakan strategis untuk menguntungkan para pemegang
saham dengan kewajiban sebagai warga negara yang baik. Argumen yang
mendasarinya adalah bahwa manajer perusahaan harus menunjukkan kesadaran sosial
dalam mengoperasikan bisnis dan secara khusus mempertimbangkan bagaimana
keputusan manajemen dan perusahaan dapat mempengaruhi kesejahteraan karyawan,
komunitas lokal, lingkungan dan masyarakat luas.
Strategi
CSR perusahaan ditentukan berdasarkan kombinasi spesifik dari kegiatan yang
bermanfaat secara sosial yang dipilih perusahaan untuk didukung melalui
kontribusi waktu, uang dan sumber daya lainnya. Strategi CSR biasanya terdiri
dari lima komponen, yaitu:
·
Tindakan untuk memastikan bahwa perusahaan dijalankan
dengan mulia dan beretika
·
Tindakan untuk mendukung kedermawanan, berpartisipasi
dalam pelayanan komunitas, dan mempebaiki kualitas kehidupan secara mendunia
·
Tindakan untuk menjaga dan mempertahankan lingkungan
·
Tindakan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan,
dan membuat perusahaan memiliki lingkungan kerja yang baik
·
Tindakan untuk mengembangkan keberagaman di tempat
kerja
Inisiatif CSR yang dilakukan oleh perusahaan biasanya
diarahkan untuk meningkatkan Triple
Bottom Line perusahaan. Triple Bottom
Line merupakan sebuah referensi untuk tiga jenis pengukuran kinerja, yaitu:
ekonomi, sosial dan lingkungan. Tiga dimensi kinerja sering disebut dalam
istilah ‘tiga pilar’ yang terdir atas people,
planet dan profit. Istilah people
mengacu kepada berbagai inisiatif sosial yang membentuk strategi CSR, seperti corporate giving, keterlibatan
masyarakat dan usaha perusahaan untuk meningkatkan taraf hidup para stakeholder nya. Planet mengacu kepada dampak ekologis dan praktik lingkungan
perusahaan. Istilah profit memiliki
pengertian yang jauh lebih luas ketimbang hanya mendapatkan keuntungan,
perusahaan harus memikirkan dampak ekonomik yang dapat diberikan kepada
masyarakat luas.
Manajemen
risiko (risk management) oleh Sadgrove
(2005) didefinisikan sebagai suatu pendekatan terstruktur atau metodologi dalam
mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman, yang disebabkan oleh
suatu rangkaian aktivitas manusia, yang didalamnya termasuk penilaian risiko,
pengembangan strategi untuk mengelolanya, dan mitigasi risiko dengan
menggunakan pengelolaan sumber daya.
Risiko
sendiri memiliki beberapa definisi yang berbeda menurut para ahli, seperti
suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu
(Arthur Williams & Richard M.H), ketidakpastian atas terjadinya suatu
peristiwa (Soekarto), probabilitas suatu hasil berbeda dengan yang diharapkan
(Herman Darmawi), ketidakpastian di masa yang akan dating tentang kerugian (Sri
Redjeki Hartono). Berdasarkan sifatnya, risiko dapat dibedakan menjadi:
·
Risiko Murni, yaitu risiko yang pasti akan
menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa disengaja
·
Risiko Spekulatif, yaitu risiko yang
sengaja ditimbulkan oleh suatu pihak agar memberikan keuntungan bagi pihak
tertentu
·
Risiko Khusus, yaitu risiko yang bersumber
pada persitiwa yang mandiri dan umumnya mudah diketahui penyebabnya
·
Risiko Fundamental, yaitu risiko yang
penyebabnya tidak bias dilimpahkan kepada pihak lain
·
Risiko Dinamis, yaitu risiko yang timbul
karena perkembangan dan kemajuan masyarakat di bidang ekonomi, ilmu
pengetahuan, teknologi, dll
Manajemen
risiko seringkali dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu manajemen risiko
tradisional dan manajemen risiko keuangan. Perbedaan mendasar antara manajemen
risiko tradisional dengan manajemen risiko keuangan terletak pada sumber dari
risiko itu sendiri. Pada risiko tradisional, risiko – risiko yang mungkin
timbul dan memberikan efek negatif untuk perusahaan berasal dari penyebab
fisik, seperti bencana alam, kebakaran, kematian, tuntutan hukum, dsb.
Sedangkan risiko yang berhubungan dengan keuangan lebih kepada adanya bad investment yang dilakukan atau
kemungkinan adanya piutang tak tertagih untuk barang atau jasa yang disediakan
perusahaan.
Ketika
membicarakan tentang kegiatan operasional suatu perusahaan, terdapat sebuah
risiko lagi yang timbul, yang sering disebut sebagai risiko operasional. Risiko
operasional secara umum dapat diartikan sebagai segala macam
kemungkinan-kemungkinan yang dapat menyebabkan dampak negatif baik kepada arus
informasi, kualitas produk yang dihasilkan, kerugian material, dan lain-lain
yang berasal dari kegiatan operasional yang dilakukan perusahaan. Tujuan utama
dari kegiatan operasional adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan dengan
memenuhi supply berdasarkan demand.
Segala macam kemungkinan adanya ketidakselarasan antara supply dan demand disebut juga sebagai mismatch
risk.
Secara
umum, manajemen risiko pada kegiatan operasional akan dilakukan berdasarkan
empat tahapan proses, yaitu:
1. Identification of hazard
Pada
tahapan ini, segala macam kemungkinan-kemungkinan risiko yang terjadi pada
kegiatan operasional akan diidentifikasi dan dianalisis. Sebuah organisasi akan
sangat terpengaruh ketika terdapat kemungkinan risiko yang mempengaruhi
kemampuan perusahan untuk melayani kebutuhaan konsumen. Untuk mengidentifikasi
risiko yang signifikan, penting untuk melihat dari sudut pandang konsumen, dan
memikirkan apa yang menjadi kerugian terbesar bagi konsumen. Terdapat tiga
pendekatan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko operasional,
yaitu:
·
Mengidentifikasi risiko operasional dari
sudut pandang kompetensi
Mengaitkan kegagalan kompetensi dengan
kerugian konsumen merupakan cara yang paling terarah untuk memfokuskan
manajemen risiko. Apa yang menjadi dampak dari kegagalan perusahaan
mempertahankan kompetensi menjadi inti dari pendekatan ini.
·
Mengidentifikasi risiko operasional dari
sudut pandang proses
Risiko potensial dapat diidentifikasi
berdasarkan aktifitas yang terjadi pada sebuah proses bisnis. Risiko dapat
dikelompokkan berdasarkan tingkatan pada proses bisnis dimana efek negatif
dapat terjadi menjadi:
§ Innovation risk,
yang menunjukkan risiko yang terjadi selama periode penelitian dan
pengembangan.
§ Commercial risk,
yang menunjukkan risiko yang terjadi pada pemasaran dan penjualan, yang
menimbulkan efek negatif pada pendapatan.
§ Demand and supply risk,
yang mengacu pada adanya ketidakpastian kuantitas yang diminta atau ditawarkan
untuk sebuah produk atau jasa pada suatu waktu tertentu.
§ Processing and distribution risk,
termasuk risiko yang berasal dari internal
processing dan jaringan distribusi.
§ Service risk,
yang mengacu pada risiko selama periode service
setelah penjualan.
§ Coordination and information risk,
yang mengacu pada ketidakpastian pada koordinasi dan informasi.
·
Mengidentifikasi risiko operasional dari
sudut pandang sumber daya
Risiko juga dapar diidentifikasi berdasarkan aset-aset
yang berada pada sistem operasional.
2. Risk assessment and valuation
Tahapan
selanjutnya adalah menganalisis tingkat dari kemungkinan-kemungkinan risiko.
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengatahui risiko-risiko yang mana saja
yang paling mungkin terjadi dan ketika risiko tersebut benar-benar terjadi,
seberapa besar kah dampak negatif yang dirasakan perusahaan.
3. Tactical risk decision and crisis
management
Tahapan
ketiga dalam manajemen risiko adalah membuat perencaraan apa yang akan
dilakukan ketika suatu risiko terjadi, atau ketika risiko tersebut sudah
terjadi,yang didasarkan pada penilaian yang dilakukan pada tahapan sebelumnya.
Untuk risiko tingkat tinggi, keputusan ini disebut sebagai “crisis management”.
Tactical risk management terdiri dari
tiga aktifitas, yaitu:
·
Risk
preparation, agar recovery
terhadap risiko dapat berjalan dengan baik, perusahaan harus membuat persiapan
terhadap langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menanggulangi risiko
tersebut. Langkah-langkah ini dapat berbentuk proaktif dan juga reaktif.
·
Risk
discovery, dalam menunjang langkah proaktif, harus ada
pengawasan risiko dan memiliki sistem yang dapat mendeteksi atau menemukan
risiko tersebut.
·
Risk
recovery, ketika hal terburuk sudah terjadi, risk recovery dilakukan untuk agar
operasional perusahaan dapat kembali berjalan dan meminimalisir efek negatif
yang terjadi.
4. Strategic risk mitigation
Risk discovery
dan risk recovery yang cepat sangat
dibutuhkan perusahaan dalam meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan.
Efektifitas dalam tactical risk decisions
untuk merespons gangguan yang terjadi sangat bergantung kepada fleksibilitas
perusahaan. Langkah terakhir dalam manajemen risiko, strategic risk mitigation, melibatkan pengaturan sistem operasional
untuk kecepatan dan fleksibilitas sehingga dapat dilakukan mitigasi untuk kemungkinan
risiko yang terjadi di masa depan. Seringkali biaya yang dibutuhkan untuk
mitigasi risiko sangat besar. Sehingga perlu dilakukan pertimbangan antara
biaya yang dibutuhkan tersebut dan manfaat yang akan didapatkan setelah
dilakukan mitigasi risiko.
Hedging
biasanya mengacu pada tindakan yang dilakukan perusahaan untuk memitigasi
risiko-risiko tertentu. Seringkali melibatkan tindakan penyeimbangan dengan
mengambil suatu risiko untuk menyeimbangkan risiko lainnya. Kebanyakan businesses hedge dilakukan untuk mengurangi risiko dan bukan memperoleh
keuntungan. Secara teori, hedge yang
sempurna akan mengeliminasi risiko tanpa berdampak pada nilai perusahaan.
Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, hedging
berdampak pada risiko dan nilai perusahaan. Terdapat empat strategi dalam operational hedging, yaitu:
·
Reserves
and redundancy
Strategi
inti dari mitigasi risiko adalah berinventasi pada “cadangan”, yang merupakan
asset yang dimiliki lebih dari jumlah yang dibutuhkan. Dan merupakan sebuah
tindakan antisipasi jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Sedangkan
redundasi secara umum adalah duplikasi dari komponen sistem yang penting untuk
meningkatkan keandalan sistem dan seringkali untuk pencadangan asset atau
proses.
·
Diversification
and pooling
Diversifikasi
mengacu pada pemecahan beberapa risiko dari sebuah portfolio atau jaringan.
Salah satu cara yang dapat dipilih perusahaan untuk memitigasi risiko adalah
dengan “tidak meletakan semua telur dalam satu keranjang”, sehingga untuk
kegiatan operasional perusahaan biasanya tidak hanya mengandalkan satu supplier
atau satu customer tetapi beberapa. Pooling lebih kepada mengandalkan satu
supplier atau satu customer tetapi untuk beberapa produk atau jasa yang
berbeda.
·
Risk
sharing and transfer
Sebagai
ganti dari menanggung semua risiko sendirian, perusahaan dapat membagi risiko
tersebut kepada rekanan atau pihak luar dan bisa juga memindahkan keseluruhan
risiko tersebut. Tentu saja ada biaya tambahan yang dibutuhkan perusahaan untuk
melakukan hal ini.
·
Reducing
or eliminating root causes a risk
Selain
ketiga langkah seperti yang disebutkan sebelumnya, perusahaan juga dapat menekankan
pengurangan risiko dengan respon cepat, kolaborasi supply chain dan perbaikan berkelanjutan. Perbaikan berkelanjutan
menggunakan analisis akar masalah untuk pengurangan varians. Dalam jangka
panjang, menghilangkan masalah lebih baik daripada memitigasi dampak dari
masalah tersebut.
Hedging juga
dapat dilakukan secara financial. Financial hedging untuk risiko
operasional menggunakan instrument keuangan untuk memitigasi risiko. Adapun
langkah-langkah yang sering diterapkan antara lain:
·
Hedging
demand risk with options
·
Hedging
demand risk with (weather) derivatives
·
Hedging
currency risk with forward contracts and swaps
Financial hedging
dan operational hedging dapat
diterapkan perusahaan secara bersamaan. Tetapi seringkali terdapat
perbedaan-perbedaan untuk pengambilan keputusan ketika menggunakan dua metode
ini. Sehingga perusahaan tetap harus mempertimbangkan mana yang lebih
mendatangkan benefit sebelum
mengambil keputusan.
Managemen risiko
dapat mempengaruhi keputusan mengenai sumber daya, seperti ukuran kapasitas dan
tipe yang digunakan, dan keputusan pendanaan. Dalam beberapa kondisi, manajemen
risiko yang diterapkan perusahaan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan
dalam kegiatan operasional.
Implementasi tanggung jawab sosial pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
Pelaksanaan
tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk pada
tahun 2017 memiliki tema "Telkom Indonesia Untuk Indonesia" dan
didukung oleh tiga pilar, yaitu:
·
lingkungan digital, yaitu melalui pengembangan,
penyediaan, dan pengelolaan infrastuktur telekomunikasi dan beragamfasilitas
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung dan menghubungkan
seluruh aktivitas masyarakat, termasuk aktivitas pelestarian lingkungan
hidup
·
masyarakat digital, yaitu dengan mendukung
pemberdayaan komunitas melalui edukasi tentang pemanfaatan TIK secara optimal untuk
memudahkan aktivitas kehidupan masyarakat sehari-hari
·
ekonomi digital, yaitu mengembangkan fasilitas TIK di
berbagai layanan umum yang digunakan oleh masyarakat, serta dukungan terhadap
usaha mikro dan menengah, terutama di sektor industri kreatif, terkait dengan
optimalisasi pemanfaatan TIK.
Telkom mengklasifikasikan tanggung
jawab sosial yang dilakukannya berdasarkan subjek dari tanggung jawab sosial
tersebut, dan terdirii atas:
·
Tanggung Jawab Sosial Terhadap Pelanggan, Telkom
bertanggung jawab kepada para pelanggannya dengan selalu mengutamakan kepuasan
pelanggan. tahun 2017, customer satisfaction index telkom mencapai angka 86,7
persen dan customer loyalty index berada pada angka 81,2 persen. beberapa
kegiatan yang dilakukan dalam rangka memenuhi tanggung jawab sosial kepada para
pelanggan antara lain melalui program Telkom Integrated Quality Assurance
(TIQA), memberikan garansi purna jual dan menerapkan kebijakan layanan
pelanggan
·
Tanggung Jawab Sosial Terhadap Karyawan, tanggung
jawab sosial telkom kepada para karyawannya dilakukan dengan cara membangun
human capital, dimana beberapa pendekatan dan kegiatan yang dilakukan untuk
menjalankan tanggung jawab tersebut antara lain melakukan sosialisasi tanggap
bencana dan pertolongan pertama pada kecelakaan, menerapkan sistem manajemen
kesehatan dan keselamatan karyawan dan membuka pengaduan masalah
ketenagakerjaan
·
Tanggung Jawab Sosial Terhadap Sosial Ekonomi
Masyarakat, pelaksanaan tanggung jawab terhadap sosial ekonomi dijalankan
melalui skema CSR dan kegiatan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
diantaranya melalui bedah rumah veteran, Telkom CSR day dan Gantari Award yang
khusus diperuntukan bagi para penderita disabilitas. selain itu telkom juga
memiliki kebijakan untuk mengutamakan penyerapan tenaga kerja lokal dan anti
korupsi
·
Tanggung Jawab Sosial Terhadap Lingkungan, memiliki
tujuan untuk konservasi dan pelestarian lingkungan. beberapa kegiatan yang
dilakukan antara lain program managed service, program managed service asset
protection, program managed service untuk listrik, program pengurangan energi
dan penggunaan nota dinas online untuk mengurangi material kertas
Selain dari program-program yang telah disebutkan sebelumnya, Telkom juga
memiliki beberapa program yang telah (pernah) dilaksanakan sebelum tahun 2017
seperti:
·
Indonesia Digital Learning (IDL) & My Teacher My
Hero, merupakan sebuah program tahunan yang merupakan komitmen Telkom
Indonesia di bidang pendidikan dengan upaya pelatihan guru-guru di bidang
digital guna mewujudkan pembelajaran berbasis digital di sekolah sehingga
terbentuk DIGITAL SOCIETY di kalangan guru.
·
Pustaka Digital, merupakan hasil sinergi BUMN
Telkom dan Balai Pustaka yang diimplementasikan dengan menghadirkan 1000
Digital Learning Corner di 1000 plaza yang tersebar di seluruh Indonesia
·
Socio Digi Leaders, merupakan kompetisi ide kreatif
yang bermanfaat sebesar-besarnya untuk lingkungan sosial. Ide dapat berupa
bidang sosial, hukum, lingkungan, human resources, teknologi, bisnis, produk,
pengembangan sistem ataupun ide aplikasi digital
·
BUMN Hadir untuk Negeri
·
Telkom Craft, merupakan eksibisi UKM berbasis
digital pertama di Indonesia yang menjadi wujud penerapan nilai-nilai Good
Corporate Citizenship dari program kemitraan dan bina lingkungan yang Telkom
canangkan
·
Widyawisata & Real Experience VR Satelite Telkom
3S, merupakan bagian dari rangkaian Program CSR dalam rangka peluncuran Satelit
3S sekaligus sebagai salah satu media untuk mengedukasi dan menginformasikan
kegunaan dari satelit secara nyata kepada masyarakat
Daftar
Pustaka
Ali, Hapzi. (2018). MODUL PERKULIAHAN STRATEGIC MANAGEMENT: Business
Ethics, CSR and Risk Management. Universitas Mercu Buana
Laporan
Tahun Telkom 2017
Thompson, A. A.,
Peteraf, M. A., Gamble, J. E., & Strickland III, A. (2014). Crafting
and Executing Strategy : The Quest for Competitive Advantage.
McGraw-Hill.
www.telkom.co.id/servlet/tk/about/id_ID/stockdetail/program-csr.html
No comments:
Post a Comment