STRATEGIC
MANAGEMENT
“Porter’s Five Competitiveness
Force Model, BCG Matrix”
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM,
CMA
Disusun oleh:
Fauzan 55117120032
Program Studi Magister
Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Unversitas Mercu Buana
Jakarta
Desember 2018
Porter’s Five Forces Model
Karakteristik dan keunggulan dari kekuatan kompetitif dalam suatu
industri tidaklah sama antara satu industri dengan industri lainnya. Salah satu
tools yang paling kuat dan banyak
digunakan untuk mendiagnosis tekanan persaingan utama di pasar adalah
menggunakan porter’s five forces model.
Dalam melakukan analisis menggunakan porter’s five forces model, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan
yaitu:
·
Ancaman perusahaan kompetitor (threat of rivalry competitor)
Kekuatan utama dari lima keunggulan kompetitif seringkali merupakan
preferensi konsumen diantara para penyedia produk atau jasa. Bagi kebanyakan industri,
intensitas persaingan kompetitif adalah penentu utama daya saing industri. Memiliki pemahaman tentang pesaing industri sangat penting untuk berhasil memasarkan produk. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan dari
perusahaan kompetitor, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.
Sumber: Crafting and Executing Strategy : The
Quest for Competitive Advantage
Gambar 1 Faktor yang
Mempengaruhi Kekuatan Perusahaan Kompetitor
Mengevaluasi kekuatan persaingan dalam suatu industri adalah masalah
menentukan apakah faktor-faktor yang disebutkan diatas secara garis besar menunjukkan
bahwa persaingan di industri relatif kuat, sedang, atau lemah. Ketika
persaingan kuat, pertempuran untuk pangsa pasar umumnya begitu kuat sehingga
margin keuntungan sebagian besar pesaing industri tidak akan terlalu tinggi. Apabila
persaingan sedang, strategi yang dijalankan di antara pesaing industri biasanya
tetap memungkinkan bagi para pesaing industri untuk mendapatkan margin profit
yang ddapat diterima. Sedangkan pada saat persaingan lemah, sebagian besar
perusahaan di industri relatif puas dengan pertumbuhan penjualan dan pangsa
pasar mereka dan sangat jarang menerapkan strategi untuk menggaet pelanggan
dari pesaing lain.
·
Ancaman pendatang baru (threat of new entrants)
Industri
yang menguntungkan dan memberikan tingkat pengembalian
tinggi biasanya akan menarik datangnya perusahaan pendatang baru. Pendatang baru pada akhirnya akan menurunkan profitabilitas untuk
perusahaan lain di industri. Tetapi untuk dapat bersaing di
suatu industri biasanya bukan merupakan hal yang mudah bagi para pendatang baru,
hal ini dikarenakan perusahaan yang sudah ada akan melakukan tindakan
pencegahan untuk menghalangi masuknya para pesaing baru tersebut. Dan secara
lingkungan bisnis sendiri, terdapat beberapa tantangan yang akan dihadapi para
pendatang baru tersebut sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2 Tantangan yang
Dihadapi Perusahaan Pendatang Baru
·
Ancaman produk pengganti (threat of substitute products)
Tidak hanya dikarenakan ancaman dari perusahaan kompetitor, sebuah
perusahaan sebenarnya juga rentan terhadap tekanan kompetitif dari perusahaan
yang memproduksi produk pengganti. Hal ini dikarenakan seringkali konsumen
merasa nilai yang mereka dapatkan ketika mengkonsumsi produk suatu perusahaan
tidaklah sebanding dengan biaya yang harus mereka keluarkan. Dengan menggunakan
produk pengganti, kepuasan yang mereka dapatkan mungkin akan menurun, tetapi tingkat
penurunan kepuasan tersebut tidaklah lebih besar ketimbang pengorbanan yang
harus mereka keluarkan untuk mnegkonsumsi produk utama. Sebelum menilai tekanan
persaingan yang berasal dari produk pengganti, manajer perusahaan harus terlebih
dahulu mengidentifikasi produk apa saja yang tergolong sebagai produk
pengganti. Hal ini tidaklah mudah dilakukan, karena melibatkan penentuan
terkait batas-batas industri dan mencari tahu produk atau layanan lain yang dapat
memenuhi kebutuhan pelanggan seperti yang diproduksi oleh anggota industri.
Menentukan batas-batas industri diperlukan untuk menentukan perusahaan mana
yang merupakan saingan langsung dan yang menghasilkan produk pengganti. Faktor-faktor
yang mempengaruhi persaingan dari produk pengganti akan ditunjukkan oleh gambar
3.
Gambar 3 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Persaingan dari Produk Pengganti
·
Daya tawar pembeli (bargaining power of buyers)
Kemampuan pembeli untuk memberikan tekanan kompetitif kepada anggota
industri akan bergantung kepada sejauh mana pembeli memiliki daya tawar dan
sejauh mana pembeli sensitif terhadap harga. Pembeli dengan daya tawar yang
tinggi dapat membatasi profitabilitas perusahaan dengan menuntut konsensi
harga, persyaratan pembayaran yang lebih baik, atau fitur dan layanan tambahan
yang dapat menimbulkan biaya tambahan bagi perusahaan. Sensitifitas terhadap
harga akan membatasi potensi keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan karena
apabila perusahaan menetapkan harga yang terlalu tinggi maka konsumen bisa
pindah ke produk subtitusi. Gambar 4 akan menunjukkan faktor-faktor yang
menentukan daya tawar pembeli dalam suatu industri.
Sumber: Crafting and Executing Strategy : The
Quest for Competitive Advantage
Gambar 4 Faktor-Faktor yang Menentukan
Daya Tawar Pembeli
·
Daya tawar pemasok (bargaining power of suppliers)
Daya tawar pemasok dapat digambarkan sebagai pasar input.
Pemasok bahan baku, komponen, tenaga kerja, dan layanan (seperti keahlian) ke
perusahaan dapat menjadi sumber kekuasaan atas perusahaan ketika hanya ada
beberapa pengganti. Pemasok dapat menolak bekerja dengan perusahaan atau
mengenakan harga tinggi yang berlebihan untuk sumber daya yang unik. Pengecer skala kecil sering harus bersaing dengan kekuatan produsen
yang produknya menikmati nama-nama merek terkenal, karena konsumen berharap
untuk menemukan produk-produk ini di rak-rak toko ritel tempat mereka
berbelanja. Ini memberikan produsen dengan tingkat kekuatan harga dan
seringkali kemampuan untuk mendorong keras untuk menampilkan rak yang
menguntungkan. Daya tawar pemasok juga merupakan faktor kompetitif dalam
industri di mana serikat pekerja telah mampu mengatur tenaga kerja (yang
memasok tenaga kerja). Gambar 5 akan menunjukkan faktor-faktor yang
menentukan daya tawar pemasok dalam suatu industri.
Gambar 5 Faktor-Faktor yang Menentukan
Daya Tawar Pemasok
BCG Matrix
Matriks
BCG atau BCG Matrix adalah alat analisis bisnis yang digunakan untuk membantu perusahaan
dalam mempertimbangkan peluang pertumbuhan dengan perencanaan strategis jangka
panjang dan meninjau portofolio produk perusahaan tersebut agar dapat mengambil
keputusan untuk berinvestasi, mengembangkan atau menghentikan produknya. Matrik
BCG ini juga membantu perusahaan dalam menentukan pengalokasian sumber daya dan
sebagai alat analisis dalam pemasaran merek, manajemen produk, manajemen
strategis dan analisis Portofolio. Matriks BCG ini juga berkaitan
erat dengan siklus hidup produk (Products life cycle) sehingga sering
disebut juga dengan Product Portfolio Matrix (Matriks Portofolio
Produk). Nama-nama lain Matriks BCG diantaranya adalah BCG Growth-Share
Matrix (Matriks Pertumbuhan dan Pangsa Pasar BCG), Boston Box dan Portfolio
Diagram (Diagram Portofolio). Matriks BCG terdiri dari
matriks yang berukuran 2 baris x 2 kolom atau terdiri dari 4 sel (4 kuadran), sebagaimana ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6 Matriks BCG
Keempat sel tersebut
pada dasarnya mewakili 4 kategori portofolio produk perusahaan dari 2 dimensi
klasifikasi bisnis unit yaitu Relative
Market Share (pangsa pasar relatif) dan Market
Growth Rate (tingkat pertumbuhan pasar). Kategori tersebut masing-masing
diwakili oleh:
·
Stars (Bintang)
Yang
termasuk dalam kategori Stars atau Bintang adalah produk atau unit bisnis yang memiliki
pangsa pasar yang dominan dan pertumbuhan yang cepat serta menghasilkan uang
(pendapatan) yang besar. Ini berarti produk-produk yang dihasilkan merupakan
produk-produk terkemuka yang diminati oleh pasar. Perusahaan membutuhkan banyak
investasi untuk mempertahankan posisi produk-produk tersebut dan untuk
mendukung pertumbuhan lebih lanjut serta mempertahankan keunggulan-keunggulan
atas produk tersebut agar dapat tetap bersaing dengan produk kompetitor
lainnya. Produk-produk di kategori Bintang ini dapat berubah menjadi kategori
Sapi perah (Cash Cows) apabila mereka tetap dapat mempertahankan
keberhasilan mereka hingga tingkat pertumbuhannya mengalami penurunan.
·
Cash Cows (Sapi
Perah)
Yang
termasuk dalam kategori Cash Cows atau Sapi Perah adalah produk atau
unit bisnis yang merupakan pemimpin pasar, menghasilkan uang atau pendapatan
yang lebih banyak dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaannya. Produk atau unit bisnis pada kategori ini memiliki pangsa pasar
yang tinggi namun prospek pertumbuhan kedepan akan sangat terbatas. Pendapatan
yang didapat pada tingkat Cash Cows ini biasanya digunakan sebagai
pendanaan untuk penelitian dan pengembangan produk-produk baru yang masih
berada di kategori Question Marks (Tanda Tanya) atau membayar
hutang-hutang perusahaan serta membayar dividen kepada pemegang saham.
Perusahaan disarankan untuk tetap berinvestasi pada produk-produk dalam
kategori Cash Cows ini untuk mempertahankan produktivitas dan kualitas atau dapat juga
dijadikan pendapatan pasif bagi perusahaan.
·
Dogs
(Anjing)
Dogs (Anjing) atau juga dikenal dengan
istilah hewan peliharaan, yang termasuk pada kategori Dogs ini adalah produk
atau unit bisnis yang memiliki pangsa pasar rendah dan mengalami tingkat
pertumbuhan yang rendah. Produk-produk pada kategori ini biasanya hanya
memberikan kontribusi keuntungan yang sangat rendah atau bahkan harus menderita
kerugian. Produk atau bisnis unit kategori Dogs ini umumnya merupakan
beban bagi perusahaan karena dapat menguras waktu manajemen dan sebagian besar
sumber daya perusahaan. Unit bisnis atau produk yang telah berada pada kategori
ini biasanya akan mengalami pengurangan, divestasi ataupun likuidasi oleh
manajemen perusahaan.
·
Question
Marks (Tanda
Tanya)
Kategori Question Marks kadang-kadang
disebut juga dengan problem children atau wildcats). Yang termasuk dalam
kategori Question Marks ini adalah produk atau bisnis unit yang memiliki
prospek pertumbuhan yang tinggi tetapi pangsa pasarnya masih sangat rendah.
Penghasilan (uang) yang didapat umumnya tidak sebanding dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan (lebih banyak pengeluaran daripada pendapatan). Namun karena
prospek pertumbuhannya sangat pesat sehingga berpotensi untuk berubah menjadi Stars
atau Bintang. Manajemen perusahaan tersebut disarankan untuk tetap
berinvestasi pada produk atau bisnis unit yang berada dalam kategori Question
Marks ini karena pertumbuhan yang tinggi.
Adapun hubungan antara matriks
BCG dengan Product Life Cycle akan
ditunjukkan pada gambar 7.
Gambar 7 Hubungan Matriks
BCG dengan Product Life Cycle
Analisis Strategi Daya Saing Menggunakan Model Porter’s Five Force pada PT Gajah
Tunggal
Sekilas
tentang PT Gajah Tunggal
PT
Gajah Tunggal berdiri sejak tahun 1951 memulai produksi bannya dengan ban
sepeda, sejak itu perusahaan tumbuh menjadi produsen ban terpadu terbesar di
Asia Tenggara. Kantor pusat berlokasi di Wisma Hayam Wuruk 10th Floor Jl. Hayam
Wuruk No. 8 Jakarta. Perusahaan mengoperasikan lima pabrik ban dan
ban dalam, serta dua pabrik yang memproduksi kain ban dan SBR (Styrene Butadiene
Rubber) yang terkait dengan fasilitas produksi ban. Kelima pabrik ban dan
pabrik kain ban ini berlokasi di Tangerang, sekitar 30 kilometer disebelah
barat Jakarta, Indonesia. Sedangkan pabrik SBR milik Perusahaan berlokasi di
komplek Industri Kimia di Merak, Banten, sekitar 90 km disebelah barat Jakarta.
Kegiatan
usaha (business activities) perusahaan meliputi produksi dan perdagangan
ban dalam dan ban luar segala jenis kendaraan, juga memproduksi kain ban dan
karet sintesis beserta olahan, yang merupakan komponen utama dalam pembuatan
ban. Sebagian besar pendapatan perusahaan adalah dari penjualan ban di
Indonesia dan luar negeri. Selain menjual kepada pihak ketiga, perusahaan juga
memproduksi kain ban dan karet sintetis digunakan untuk memproduksi ban
sendiri, hal ini sebagai bagian dari strategi untuk mengintegrasikan secara
vertikal sarana produksi untuk merasionalisasi biaya produksi. Pada tahun 2012
PT gajah Tunggal memproduksi ban mencapai 36,7 juta unit terdiri dari segmen
produk ban radial 11,0 juta, ban bias 4,3 juta dan ban sepeda motor 21,4 juta,
dengan total penjualan Rp 12.447 miliyar. Hampir semua penjualan ekspor Gajah
Tunggal adalah untuk pasar segmen penggantian (replacement market).
Guna
perluasan pasar maka PT Gajah Tunggal telah melakukan penjajakan ke beberapa
negara khususnya untuk pasar OEM (Original Equipment Manufacturer). PT
Gajah Tunggal berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas produk, hal ini
dibuktikan dengan prestasi kelulusan dalam sertifikasi mutu internasional,
antara lain tahun 1995 menerima sertifikat ISO 9002 untuk sistem kendali mutu
produksi ban radial, tahun 1997 pabrik ban radial menerima sertifikasi ISO 9001
untuk mutu sistem. desain,
pengembangan dan instalasi, tahun 2002 menerima sertifikat QS 9000 dari TUV
Internasional yang merupakan penghargaan bergengsi pada industri otomotif, dan
tahun 2005 menerima ISO/TS 16949 untuk peningkatan dari QS 9000, selanjutnya di
bulan Juni 2009 mendapatkan sertifikasi ISO 14001:2004 dari TUV Nord untuk
sistem manajemen Lingkungan Hidup. Sebagian besar biaya produksi PT Gajah
Tunggal terdiri dari bahan baku yang mencapai 80%, komponen lain terdiri dari
energi (7%), buruh (6%), penyusutan (3%) dan pengeluaran tambahan lainnya (4%).
Bahan baku utama yang digunakan dalam produksi ban adalah karet alam, karet
sintetis, kain ban, karbon hitam, kawat baja dan bahan kimia untuk pengolahan
karet lainnya. Kain ban dan karet sintetis diproduksi sendiri oleh PT Gajah
Tunggal untuk memastikan keamanan pasokan dan meningkatkan kendali biaya,
tetapi pasokan bahan kimia masih bergantung kepada supplier, seperti
butadiene, styrene dan benang nilon.
Persaingan
Industri Ban.
Persaingan
di pasar domestik semakin meningkat, karena banyak dari produsen dalam negeri
memperluas usahanya serta munculnya produsen ban baru yang memasuki pasar
Indonesia. Hal ini disebabkan banyak perusahaan industri ban yang menjadikan
prospek Indonesia sebagai pusat produksi untuk mengekspor ban ke seluruh dunia.
Beberapa pesaing dalam negeri antara lain Bridgestone, Goodyear Indonesia,
Summi Rubber (Dunlop),
Multistrada Arahsarana, Elang Perdana, Suryaraya Rubber Indonesia, Industri
Karet Deli, Mega Safe Tire Industry, United King Land, King Rubber Indonesia
dan Pentasari Ban.
Sedangkan
pendatang baru adalah Hankook Tire Indonesia asal Korea yang pabrik barunya di
Cikarang diresmikan pada tanggal 17 September 2013, pabrik Hankook Tire
didirikan diatas area seluas 60 hektar, pabrik tersebut memperkerjakan sebanyak
1.400 karyawan, rencananya akan meningkat menjadi 4.300 orang pada 2018
mendatang yang dibarengi dengan penyelesaian pembangunan tahap keempat. Pabrik
tersebut memiliki kapasitas produksi awal sebanyak 6 juta ban per tahun, di
mana 70 persen akan diekspor ke beberapa pasar termasuk negara-negara ASEAN,
Amerika Utara, dan Timur Tengah. Sementara untuk 30 persen dari hasil produksi
akan dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu juga terdapat
perusahaan lain yang berencana membangun pabrik di Indonesia yaitu Apollo Tyre
asal India, Eastern O'Green asal Cina, produsen ban kelas dunia Michelin asal
Perancis, serta perusahaan ban Pirelli asal Italia.
Di
pasar global PT Gajah Tunggal masih merupakan pemain yang relatif kecil berada
di peringkat 26 atau sekitar 1% pangsa pasar global. Pasar ban global dipimpin
oleh tiga perusahaan besar Michelin, Bridgestone dan Goodyear yang bersama-sama
memiliki pangsa pasar sekitar 50% volume penjualan. Gajah Tunggal diuntungkan
dengan reputasi perusahaan yang secara cermat telah dibangun selama beberapa
tahun terakhir ini. Di banyak negara Eropa, perusahaan mampu meraih pangsa
pasar walaupun secara kuantitas masih jauh dibawah pemimpin pasar global.
Hadirnya
kompetitor baru dalam industri ban dalam negeri menunjukkan bahwa industri ban
berpeluang mengalami pertumbuhan yang cukup baik, di sisi lain banyaknya
kompetitor menjadikan persaingan
usaha industri ban akan semakin ketat. Konsekuensi yang dihadapi adalah
industri luar negeri termasuk di dalamnya industri asing lokal akan
memanfaatkan kelemahan yang dimiliki industri lokal serta menjadikan prinsip
pasar terbuka sebagai senjata untuk bersaing, apabila industri ban lokal tidak
meningkatkan daya saingnya maka sudah tentu bisnis bidang ini akan dikuasai
oleh industri asing. Kondisi ini sebetulnya telah diantisipasi oleh itu
Pemerintah dengan berupaya terus memperkuat penguasaan pasar dalam negeri pada
beberapa cabang industri yang berpotensi terganggu apalagi menjelang
diberlakukannya Asean Economic Community 2015 diantaranya adalah
industri otomotif, termasuk di dalamnya industri ban yang merupakan sub
industri otomotif dan komponen. Dengan demikian PT Gajah Tunggal perlu
meningkatkan daya saingnya untuk mengamankan pasar dalam negeri terhadap produk
sejenis, termasuk memperluas pangsa pasar ekspornya.
Persaingan
diantara perusahaan sejenis (rivarly among existing firms).
Secara
umum ekspor ban pada tahun 2013 mengalami penurunan, namun segmen ban bias dan
ban sepeda motor yang menjadi andalan pasar PT Gajah Tunggal mengalami
peningkatan sejalan dengan meningkatnya penjualan sepeda motor domestik dan
penjualan mobil domestik. Ban bias banyak digunakan terutama untuk off-road atau
penggunaan di jalan dengan kondisi kurang bagus, hal ini sangat sesuai dengan
kondisi jalan di Indonesia. Selain itu, ban tahan lama dan mampu menahan beban
lebih tanpa meledak. Dengan melihat pergerakan pasar ban dalam negeri tentunya
para pesaing akan turut memproduksi ban dengan jenis yang sama dan kualitas
yang bersaing. Termasuk kondisi ekonomi negara-negara berkembang di kawasan
Asean diantaranya Laos dan Kamboja yang semakin membaik memacu penggunaan mobil
sehingga tidak menutup kemungkinan akan menjadi tujuan ekspor ban asal
Indonesia tentunya juga menjadi incaran para pesaing.
Pesaing
utama PT Gajah Tunggal yaitu Bridgestone, Goodyear Indonesia, Summi Rubber
(Dunlop), Multistrada Arahsarana, Elang Perdana, Suryaraya Rubber Indonesia,
Industri Karet Deli, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan pesaing karena
menjual produk yang sejenis dengan harga dan kualitas yang bersaing pada market
yang sebagian besar ke luar negeri yaitu Eropa dan Timur Tengah termasuk dalam
negeri. Dengan demikian maka tingkat persaingan antar perusahaan dalam industri
ban cukup ketat, dalam menghadapi persaingan ini perusahaan harus menonjolkan
keunggulan kompetitifnya. Agar perusahaan bertahan dalam persaingan, maka strategi
yang digunakan perusahaan adalah dengan memperluas pangsa pasarnya baik yang
berada di dalam negeri maupun luar negeri, meningkatkan hubungan baik dengan supplier
dan pelanggan, selalu mencermati perilaku pesaing serta melakukan
pengembangan sistem informasi guna meng-update perkembangan teknologi
dan tuntutan pasar global.
Kemungkinan
masuknya pendatang baru (threat of new entrance).
Pengaruh
globalisasi dan perdagangan bebas akan menimbulkan persaingan yang ketat hampir
di semua bidang usaha. Tingkat persaingan yang ketat dan kompleks di masa-masa
mendatang menuntut tersedianya sumber daya dan modal yang cukup memadai. Secara
tidak langsung akan membuka peluang bagi perusahaan bermodal besar/investor
asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini bisa berarti kemunculan
perusahaan-perusahaan baru di Indonesia atau penguatan modal asing terhadap
perusahaan pesaing yang sudah ada.
Munculnya
pendatang baru perusahaan Hankook Tire Indonesia asal Korea yang membangun
pabrik barunya di daerah Cikarang pada 17 September 2013, sebagai bukti
penguatan modal asing di dalam negeri, menjadi tantangan bagi PT Gajah Tunggal.
Apalagi perusahaan tersebut telah mencanangkan mengekspor 70% hasil produknya
ke luar negera sedangkan sisanya untuk kebutuhan dalam negeri, walaupun pada
tahun awal Hankook Tire Indonesia baru memproduksi 6 juta unit per tahun masih
jauh dibawah PT Gajah Tunggal yang telah memproduksi lebih dari 36 juta unit
per tahun, tentunya dengan perluasan pabrik yang sedang dibangun Hankook Tire
Indonesia akan terus meningkatkan jumlah produksinya. Selain Hankook Tire
Indonesia, saat ini beberapa perusahaan asing juga merencanakan akan membangun
pabrik ban di Indonesia yaitu Apollo Tyre asal India, Eastern O'Green asal
Cina, produsen ban kelas dunia Michelin asal Perancis, serta perusahaan ban
Pirelli asal Italia.
Indusri
ban selalu mengikuti perkembangan produk kendaraan yang dari tahun ke tahun
terus meningkat sehingga bisnis ini cukup menjanjikan dan terbuka peluang
masuknya perusahaan-perusahaan bermodal besar sebagai pesaing baru cukup
tinggi. Dengan banyaknya pendatang baru tersebut maka akan terus meramaikan
industri ban dalam negeri yang berdampak pada semakin ketatnya persaingan antar
produsen.
Dalam
menghadapi munculnya pendatang baru, strategi yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan
selalu melakukan analisa pasar untuk mencermati pendatang baru. Selain itu,
perusahaan juga selalu menjaga reputasi perusahaan di mata pelanggan dan supplier.
Potensi
pengembangan produk pengganti (threat of subtitute product).
Sebagai
pelopor industri ban nasional, PT Gajah Tunggal menghasilkan produk kualitas
terbaik dengan menggunakan fasilitas produksi yang berstandar tinggi.
Pengendalian jaminan mutu menyatu ke dalam berbagai tahapan proses produksi di
seluruh pabrik PT Gajah Tunggal sesuai dengan standar internasional, hal ini
dibuktikan dengan memperoleh prestasi kelulusan dalam sertifikasi mutu
internasional, yaitu ISO 9002, ISO 9001, QS 9000, ISO/TS 16949, termasuk ISO
14001:2004 untuk sistem manajemen Lingkungan Hidup. Sertifikasi diatas
menunjukkan bahwa produk ban PT Gajah Tunggal telah memenuhi ketentuan kriteria
internasional, sehingga merek dari produk PT Gajah Tunggal cukup dikenal dan
diterima oleh pasar global.
Persaingan
yang cukup ketat biasanya bukan dari produk penggati (subtitusi) melainkan
berasal dari persaingan antar merek dari produk. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa industri ban berbahan baku karet memiliki tingkat ancaman
produk pengganti yang rendah.
Kekuatan
daya tawar pemasok (bargaining power of supplier).
Biaya
produksi PT Gajah Tunggal sebagian besar yaitu 80% untuk mensuplai bahan baku
produksi ban berupa karet alam, karet sintetis, kain ban, karbon hitam, kawat
baja dan bahan kimia untuk pengolahan karet. Selebihnya untuk komponen energi,
alat-alat operasi serta tenaga kerja yang selama ini cukup mudah untuk
mendapatkannya.
Salah
satu faktor penting bagi PT Gajah Tunggal adalah keberadaan supplier yang menyediakan bahan baku
produksi ban, walau dapat diperoleh dari satu atau beberapa supplier.
Dapat dikatakan bahwa untuk bahan baku yang diperoleh dari satu supplier,
perusahaan memiliki kekuatan lebih kecil dibandingkan dengan supplier.
Sedangkan untuk produk yang diperoleh dari beberapa supplier, perusahaan
memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan dengan supplier. Agar supplier
tersebut dapat menyediakan produk tepat waktu sesuai dengan jumlah dan
kualitas yang dipesan, strategi yang digunakan oleh perusahaan adalah dengan
menjaga hubungan baik dengan supplier. Hal tersebut dilakukan dengan
cara meningkatkan pembelian produk bahan baku dari supplier serta
memperhatikan batas waktu pembayaran utang agar tepat waktu.
Kekuatan
daya tawar pembeli (bargaining power of consumer).
PT
Gajah Tunggal masih merupakan pemain yang relatif kecil di pasar ban global.
Pasar ban global dipimpin oleh tiga perusahaan besar Michelin, Bridgestone dan
Goodyear yang bersama-sama memiliki pangsa pasar sekitar 50%. Sedangkan di
pasar dalam negeri PT Gajah tunggal berada pada posisi pemimpin pasar dalam
segmen ban bias dan ban sepeda motor. Penjualan ban PT Gajah Tunggal lebih
banyak pada pasar penggantian (replacement market) dibandingkan pasar
OEM (Original Equipment Manufacturer). Kekuatan tawar-menawar pembeli
atau konsumen boleh dikatakan cukup kuat, disebabkan karena banyaknya
perusahaan sejenis yang juga menjual produk yang sama, mengakibatkan konsumen
tidak mempunyai ketergantungan atau keterikatan dengan satu produk saja. Dengan
demikian pembeli leluasa memilih nilai penawaran yang paling rendah dengan
kualitas yang kompetitif, maka perusahaan akan memiliki tingkat kekuatan daya
tawar pembeli yang relatif tinggi.
Daftar
Pustaka
Ali, Hapzi. (2018). MODUL PERKULIAHAN STRATEGIC MANAGEMENT: Porter’s
Five Competitiveness Force Model, BCG Matrix. Universitas Mercu Buana
Thompson, A. A.,
Peteraf, M. A., Gamble, J. E., & Strickland III, A. (2014). Crafting
and Executing Strategy : The Quest for Competitive Advantage. McGraw-Hill
Widiyarini. (2015).
Analisa Strategi Daya Saing Menggunakan Five Force Analysis pada PT Gajah
Tunggal. SOSIO e-Kons Vol.7 No.1 Februari 2015
No comments:
Post a Comment