Sunday, December 30, 2018

Disruption Era


STRATEGIC MANAGEMENT
“Disruption Era”

Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA




Disusun oleh:
Fauzan           55117120032



Program Studi Magister Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Unversitas Mercu Buana
Jakarta
Desember 2018

Disruption Era
Disruption merupakan singkatan dari disruptive innovation yang dapat diartikan sebagai sebuah inovasi yang dapat membantu menciptakan pasar baru, tetapi disisi lain juga dapat mengganggu atau merusak pasar yang ada. Gagasan ini pertama kali dikemukakan oleh Clayton M. Christensen pada tahun 1997, sebagai cara untuk memikirkan perusahaan yang sukses tidak hanya memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini, tetapi juga melakukan peramalan apa yang dibutuhkan di masa depan. Era disrupsi ini ditandai dengan fenomena pergeseran aktivitas masyarakat dari yang awalnya dilakukan di dunia nyata berpindah ke dunia maya.
Internet, teknologi seluler, kecerdasaran buatan, big data, robotics, nanoteknologi dan fenomena teknologi lain memiliki potensi untuk menyebabkan perubahan besar pada perusahaan dan masyarakat. Internet telah mengubah berbagai industri, seperti musik dan pariwisata, dan dianggap sangat penting dalam seluruh kegiatan ekonomi. Kecerdasan buatan mengubah industri, terutama pada bidang yang membutuhkan kolaborasi antara manusia dengan komputer. Big data merubah cara perusahaan menseleksi, mengakses, memvisualisaikan dan menggunakan data. Robotics telah menghadirkan perubahan yang signifikan terutama di industri otomotif, aeronautika dan kesehatan. Nanoteknologi mengubah industri komputer, energi dan juga kesehatan. 
Rhenald Kasali mengungkapkan bahwa terdapat 5 hal yang penting dalam disrupsi, yaitu: disrupsi berakibat terhadap penghematan biaya melalui proses bisnis yang lebih simpel, disrupsi membuat kualitas apapun yang dihasilkannya lebih baik ketimbang sebelumnya, disrupsi berpotensi menciptakan pasar baru atau membuat pasar yang selama ini tertutup menjadi terbuka, produk.jasa hasil disrupsi harus lebih mudah diakses atau dijangkau para penggunanya, dan disrupsi membuat segala sesuatu menjadi lebih pintar.
Dalam ilmu manaemen strategik, disrupsi dianggap sebagai hal yang lumrah dalam dunia bisnis. Pada dasarnya, disrupsi merupakan perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis secara alami, yang memang selalu berubah dan dinamis. Sejak zaman dahulu, disrupsi sebenarnya telah terjadi dan biasanya diakibatkan oleh terciptanya teknologi sehingga membuat bisnis menjadi lebih efektif dan efisien.
Perkembangan teknologi memang dapat dikatakan sebagai pemicu, karena kehadirannya membuat segala sesuatu menjadi lebih mudah untuk diakses. Tentu akan terdapat banyak pihak yang panic karena terlambat menyadari adanya perubahan, dimana hal-hal yang sama bisa jadi membuatuhkan cara baru untuk dapat ditaklukan. Terdapat 3 hal yang harus dipahami telah berubah akibat disrupsi, yaitu:
·         Pasar yang baru
Disrupsi pada akhirnya berhasil menciptakan suatu dunia baru yang disebut sebagai digital marketplace. Dunia tersebut menandakan bentuk pasar yang berubah, dan mengakibatkan konsumen pun berubah.
·         Nasib yang berbeda
Dalam menghadapi pertarungan yang kompetitif, tidak semua perusahaan akan mendapatkan hasil yang sama. Perubahan-perubahan yang terjadi menuntut adanya inovasi untuk dilakukan perusahaan, sehingga inovasi yang berkelanjutan merupakan kunci bagi perusahaan untuk tetap dapat bertahan.
·         Bersaing dengan business model
Metode pemasaran pun berubah akibat terjadinya era disrupsi. Persaingan saat ini tidak lagi hanya terbatas kepada produk tetapi juga melibatkan business model perusahaan. Antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain mungkin memiliki produk yang sama, tetapi business model yang digunakan dapat menjadi penentu produk mana yang pada akhirnya lebih dipilih oleh konsumen.
Perusahaan harus segera beradaptasi dan mengenali bagaimana keadaan telah berubah. Pergeseran konsumen dari yang sebelumnya generasi X menjadi generasi Y dan Z memerlukan pengembangan pada beberapa aspek, termasuk pelayanan. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam menghadapi era disrupsi, diantaranya:
·         Trend watching
Perusahaan harus selalu melihat perubahan tren dalam lingkungan bisnis yang terjadi. Dengan selalu melihat perubahan tren, perusahaan dapat mengetahui perubahan-perubahan yang sedang atau berpotensi terjadi sehingga dapat mendeteksi terjadinya era disrupsi.
·         Research
Untuk mendukung dalam proses melihat perubahan tren, perusahaan dapat juga melakukan pendekatan riset. Dengan melakukan riset, data yang didapatkan menjadi dapat terjamin keabsahannya.
·         Risk management
Lingkungan yang terdisrupsi pada dasarnya merupakan pemicu dari risiko bisnis, karenanya perusahaan sebaiknya memperlakukan disrupsi sebagai suatu risiko dan mengelola risiko tersebut agar dampak yang ditimbulkan masih tergolong dapat diterima perusahaan.
·         Innovation
Dengan melakukan inovasi berkelanjutan, perusahaan diharapkan dapat membuat terobosan-terobosan baru dalam dunia bisnis sehingga tidak kehilangan posisinya di pasar.
·         Switching
Apabila perusahaan merasa tidak dapat lagi melakukan inovasi, maka perusahaan dapat merubah haluan bisnis atau mengganti produk-produk yang sudah ada sebelumnya.
·         Partnership
Era disrupsi membuat perusahaan sulit untuk bisa bersaing secara mandiri, hal ini dikarenakan persaingan sudah semakin kompleks dan proses bisnis sudah sangat ter-inklusi. Untuk dapat bertahan, maka perusahaan dapat mengambil langkah berkolaborasi serta melakukan aliansi-aliansi strategis agar bisnis menjadi lebih efektif dan efisien.
·         Change management
Langkah terakhir adalah dengan melakukan change management. Hal ini dilakukan ntuk mengubah pola pikir dan kesadaran dari elemen sumber daya manusia dalam organisasi agar dapat saling bahu-membahu untuk melakukan perubahan.
Disrupsi mengubah banyak hal sedemikian rupa sehingga cara-cara bisnis lama dapat menjadi ketinggalan zaman. Disrupsi bukan hanya sekedar fenomena “hari ini”, tetapi juga terkait fenomena “di masa depan” yang sudah harus mulai dipikirkan dari sekarang. Disrupsi sesungguhnya terjadi secara meluas, mulai dari pemerintahan, ekonomi, pendidikan, hokum, politik, sampai penataan kota, konstruksi, pelayanan kesehatan, pendidikan dan hubungan sosial.
Dalam era disrupsi, perusahaan harus mampu menentukan apakah akan membentuk ulang (reshape) atau menciptakan sesuatu yang baru (create). Jika memutuskan untuk reshape, maka perusahaan dapat melakukan inovasi pada produk/jasa yang sudah dimiliki. Sedangkan apabila memilih create, maka perusahaan harus memiliki keberanian untuk memiliki inovasi yang sesuai dengan kebiasaan konsumen. Apabila perusahaan dapat membaca situasi dengan baik dan melihat peluang yang ada, maka besar kemungkinan perusahaan dapat bertahan dalam era disrupsi.
Review jurnal “Skills for Disruptive Digital Business”
Jurnal “Skill for Disruptive Digital Business” disusun oleh Maria Jose Sousa dan Alvaro Rocha, dan memfokuskan pada analisis terkait konsep keterampilan dan menyelidiki keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola disruptive digital business yang diakibatkan evolusi dalam bidang IT.
Research questions dari penelitian tersebut terbagi menjadi 5, yaitu:
·         What are the leading technologies that drive the new disruptive business?
·         What are the disruptive business that are emerging due to IT?
·         What are the skills needed to manage the new disruptive business?
·         What is the level of skills identified by managers to manage the disruptive business?
·         What is the relationship between the perceived management skills needed for the disruptive business and the various factors such as gender, type of organization and job level variables?
Penelitian tersebut terbagi menjadi dua tahapan, tahapan pertama adalah dengan melakukan interview dengan tujuh spesialis IT untuk mengidentifikasi teknologi, new disruptive business dan skill yang dibutuhkan oleh new disruptive business tersebut. Tahapan kedua adalah dengan melakukan online survey kepada 250 manajer untuk mendapatkan kesimpulan terkait relasi skill yang dibutuhkan dalam new disruptive business.
Dari hasil penelitian didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu:
·         Beberapa teknologi yang men drive disruptive business antara lain Internet of Things (IoT), Cloud Technology, Big Data, Mobile Technologies, Artificial Intelligence dan Robotics.
·         Teknologi tersebut mengubah cara pasar dan organisasi bekerja. Adanya kemungkinan bagi para pekerja untuk membawa perangkat teknologinya untuk bekerja mengarah pada perubahan structural dalam lingkungan kerja dan sebagai konsekuensi dari berkembangnya IT dalam bisnis memungkinkan terbukanya peluang bisnis baru seperti e-tourism, e-education atau smart cities.
·         Skill yang dibutuhkan terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:
o   Innovation skills. Mencakup:
§  Kapasitas untuk berinovasi dan kreativitas,
§  Kapasitas untuk mendiversifikasi area bisnis
§  Kapasitas untuk mengidentifikasi dan mengeskploitasi peluang bisnis baru
§  Keterampilan manajemen proyek untuk menghubungkan tujuan proyek dengan konteks bisnis
§  Kapasitas dan kemauan untuk mengambil risiko
§  Kapasitas untuk mengatur sumber daya yang diperlukan untuk merespons peluang
§  Kapasitas untuk membuat dan mengembankan jaringan nasional dan internasional
o   Leadership skills. Mencakup:
§  Keterampilan yang terkait dengan pengembangan kinerja karyawan
§  Keterampilan yang terkait dengan pengembangan peluang baru untuk karyawan melalui teknik seperti pembinaan dan pendampingan
§  Keterampilan yang terkait dengan teknik motivasi untuk mepotensiasi kinerja karyawan
§  Keterampilan yang terkait dengan teknik untuk meningkatkan kepuasan karyawan
§  Keterampilan komunikasi untuk meningkatkan komitmen karyawan
§  Keterampilan yang terkait dengan manajemen ekspektasi karyawan terkait perkembangan mereka dalam organisasi
§  Keterampilan yang terkait dengan pengelolaan perbedaan budaya diantara karyawan
o   Management skills. Mencakup:
§  Keterampilan yang terkait dengan bentuk baru organisasi kerja
§  Pengetahuan tentang berbagai jenis teknologi
§  Keterampilan mengenai inisiatif, keputusan, dan tanggung jawab yang lebih signifikan
§  Keterampilan yang terkait dengan analisis informasi yang terkait dengan produktivitas, yang menyangkut optimalisasi biaya tenaga kerja
§  Kapasitas untuk beradaptasi dengan perubahan organisasi
§  Kapasitas untuk mengelola kesepakatan dan aliansi strategis
§  Kapasitas untuk mengembangkan kompetensi sosial dan relasional yang memungkinkan tercapainya kinerja terbaik dari tim
·         Variansi untuk innovation skills berkisar antara 3,0 dan 3,8, variansi untuk leadership skills berada diantara 3,2 dan 4,5, sedangkan variansi untuk management skills terletak diantara 3,3 dan 4,4.
·         Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara tiga skills yang dibutuhkan dengan beberapa faktor yang tersebut.
Analisis strategi tantangan dan peluang bagi PT anggota APTIK pada era disrupsi
Apa yang bisa dilakukan oleh manusia semakin terbatas. Mengumpulkan data, mengompilasinya hingga membentuk pola kini bisa dilakukan oleh mesin belajar (learning machine), produk kecerdasan buatan (artificial intellegence). Kecerdasan buatan ini diantisipasi akan mampu menggantikan manusia dalam mengambil keputusan yang kompleks. Mesin akan menggantikan peran eksekutif yang umumnya butuh rapat panjang berhari-hari untuk tiba pada keputusan kompleks ini.
Dengan kemampuan mesin belajar secanggih ini, apa lagi fungsi pengajaran? Pertanyaan lebih dasar lagi: apakah pendidikan formal di perguruan tinggi masih diperlukan, terlebih dengan pernyataan Ernst & Young dan Google kalau gelar akademik tidak lagi jadi persyaratan mereka dalam seleksi karyawan. Ini menunjukkan perguruan tinggi tidak lagi agen tunggal untuk menghasilkan kualifikasi yang dituntut dunia kerja? Bagaimana dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi anggota APTIK meresponsnya? Apa strateginya, agar PT APTIK bisa bertahan menghadapi tantangan ini?
Pendidikan merupakan proses untuk menghasilkan perubahan pada tataran mikro (diri pembelajar), meso (lingkungan terdekat seputar pembelajar) maupun makro (lingkungan pada skala lebih besar). Proses belajar mengajar seyogyanya kontekstual dengan merespons pada apa yang menggejala di lingkungan sekitar, terlebih menghadapi pembelajar yang datang ke institusi pendidikan tinggi dewasa ini. Mahasiswa saat ini adalah generasi Z (lahir dalam rentang 1995-2010), sementara pasar kerja, yang adalah pengguna lulusan dari pendidikan tinggi, didominasi oleh Millenial.
            Dunia pendidikan tengah dihadapkan pada tantangan besar dalam menyiapkan lulusannya untuk terjun ke masyarakat. Pembicaraan terkait link and match yang dikumandangkan Wardiman Djojonegoro, Menteri Pendidikan Nasional (1993-1998), sekarang ini menjadi sangat relevan. Pada masa pemerintahan tersebut, tujuan pendidikan adalah menghasilkan lulusan yang mampu beradaptasi dengan dunia kerja. Jadi, lapangan kerjanya sudah ada, dunia pendidikan tinggal menyesuaikan dan menyiapkan lulusan menuju lapangan tersebut. Saat ini, kita berhadapan dengan lapangan kerja yang terus dan sangat cepat berubah.
            Kompetisi pasar yang tinggi. Persaingan lulusan di pasar kini tidak lagi pada dikotomi lulusan dalam dan luar negeri, atau lulusan dari PT unggul, tetapi terutama berhadapan dengan teknologi. Proses kerja yang jauh lebih efisien menghadapkan lulusan pada kompetisi tinggi di pasar kerja.  Produk teknologi tidak lagi sekedar meringankan hidup manusia, bahkan kini telah mampu menggantikan peran manusia. Di bidang industri jasa kecerdasan buatan/artificial intellegence (AI) sudah digunakan untuk melayani pelanggan, sehingga jumlah karyawan tereduksi lebih dari 80%. Pun demikian dengan layanan keuangan, di mana proses penelusuran track record calon debitor mampu dilakukan oleh AI dengan mudah dan cepat (Tekfin). Pekerjaan menyusun siaran pers di industri media juga menjadi lebih efisien berkat AI. Dalam bidang kesehatan produk AI mampu memberikan kesimpulan lebih cepat akan terapi terbaru dan efektivitasnya dibandingkan kecepatan dokter akses dan baca jurnal. Kecerdasan buatan juga telah melahirkan platform yang mampu menggantikan fungsi supervisor pabrik. Singkat kata, produk PT (lulusan) menghadapi pasar yang sangat kompetitif. Hanya mereka yang memiliki keunggulan saja yang akan mampu keluar sebagai pemenang di lapangan kerja; survival for the fittest.
Lapangan pekerjaan baru bermunculan. Kehadiran sejumlah model bisnis berbasis teknologi tiba-tiba menggoncangkan model bisnis tradisional, seperti AirBNB dan Uber, pengelola taksi dan hotel terbesar di dunia sekarang ini. Menariknya, keduanya tidak memiliki armada sama sekali, taksi ataupun hotel, tetapi mampu memenangkan pasar. Tidak hanya sampai di situ, dua bulan lalu AirBNB menggandeng perusahaan media (Vice) dan menawarkan paket wisata unik di sejumlah kota di dunia. Lagi-lagi model bisnis yang tidak terbayang 10 tahun lalu.
Pasar kerja bergerak sangat cepat. Model bisnis seperti AirBNB muncul sekitar 8 tahun lalu, dan langsung memporak-porandakan bisnis perhotelan model tradisional. Sementara dunia pendidikan masih dengan proses penyiapan lulusannya untuk menjadi resepsionis, house keeping, dan peran sejenisnya untuk bekerja di hotel, dunia industri sudah bergerak dengan model lain. Dunia pendidikan dan dunia kerja semakin senjang. Apabila dunia pendidikan tidak antisipasi, kelak akan banyak lulusan menganggur yang dihasilkan perguruan tinggi.
Profesi yang potensial hilang atau berubah wujud. Sejumlah profesi disinyalir akan berubah wujud, dan kemungkinan hilang karena teknologi. Beberapa area terkait konsultasi perlu cermat mengamati perkembangan ini. Bidang hukum misalnya, perlu waspada dengan kecerdasan buatan yang mampu memberikan pendampingan di bidang hukum, berbasis big data yang dihimpunnya dari pola respons di meja persidangan. Pun demikian dengan konsultasi kesehatan dengan dokter di ruang praktek yang terancam oleh AI.
Hanya ada satu cara untuk selamat dari era disrupsi ini, yakni berubah. Dunia bisnis paling cepat menyadari hal ini, dan meresponsnya dengan bertransformasi. Berbeda dengan respons institusi pendidikan relatif lambat, terlebih mereka yang adalah universitas tua, akibat kondisi internal organisasi sendiri.
Absennya kritik dan kelas hampir selalu penuh terisi mahasiswa (karena tuntutan kehadiran kuliah minimal 75%) melelapkan dosen dalam proses belajar mengajar. Akibatnya, kehadiran Millenial dan generasi Z di dalam kelas dengan kekhasan mereka hamper-hampir tidak teramati oleh dosen. Alih alih berubah dalam metode pengajaran, generasi ini dilabel malas, praktis-pragmatis, tidak mau repot mencari, dan tidak bisa melepaskan hidupnya dari gadget. Kalaupun dosen melihat TED Talks lebih menarik dibandingkan kuliah di kelasnya, lagi hal ini diatribusikan pada kecanduan Millenial dan I-generation pada gadget, dan bukan pada kehadiran sumber belajar lain yang lebih dekat dengan kehidupan generasi ini.
Sikap dosen demikian semakin diperkuat, karena gelar akademik dihargai dalam masyarakat Indonesia. Perjokian karya ilmiah atau beredarnya ijazah palsu adalah contoh betapa ijazah dicari oleh masyarakat. Akan tetapi, dengan kemungkinan belajar dari sumber lain di luar perguruan tinggi, dan adanya pengakuan ketrampilan kerja ke dalam jenjang akademik, apakah PT dengan para dosennya masih bisa bersikap tenang menantikan kehadiran mahasiswa ke dalam kampus?
Kesenjangan dunia kampus dan dunia industri. Perguruan tinggi maupun dunia industri sama sama punya kebutuhan untuk melakukan riset, dengan sasaran yang berbeda. Akademisi melakukan penelitian dengan orientasi yang kuat untuk pengembangan teori/model, dan lebih menyasar tuntutan administrative seperti pelaporan BKD, kenaikan jabatan fungsional dosen, dan akreditasi. Dunia industri membutuhkan riset aplikatif, yang mampu menjawab langsung kebutuhan industri atau untuk memecahkan persoalan masyarakat. Tuntutan jurnal ilmiah untuk hasil riset akademisi (seperti Scopus) sulit untuk bisa diiringkan dengan tuntutan dunia industri.
Pada akhirnya masing-masing dharma berjalan sendiri-sendiri, dan tidak integratif: pengajaran di kelas cenderung text-book, minim dukungan data dari lapangan. Kesenjangan yang tinggi, membuat para akademisi semakin terkungkung dalam menara gadingnya, sementara dunia industri juga berlari sendirian. Konsekuensi lebih jauh, kajian dunia industri jarang diberikan kepada kampus. Akademisi dipandang kurang mampu ‘membunyikan’ pasar kerja. Ini sangat berbeda dengan praktek di belahan dunia lain seperti Jerman, di mana projek dari industri, pemerintah, atau dari EU banyak yang diserahkan kepada kampus. Karya akademisi justru diminati dan dinilai unggul, karena metodologinya.
Makin miskin praktek lapangan, makin jauh pula para akademisi dari permasalahan dunia kerja. Konsekuensinya tentu pada lulusan yang dihasilkannya, seolah steril dari pasar. Kalaupun kemudian ada kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan seorang dosen, itu aktivitas sebagai dharma pengabdian kepada masyarakat yang berjalan terpisah dari bidang penelitian. Satu sisi, praktek di atas juga terjadi karena regulasi. Akan tetapi tumbuhnya perguruan tinggi berbasis industri sebagai respons atas kesenjangan tersebut menunjukkan langkah strategis untuk menjawab diskrepansi tersebut (catatan: kecekatan korporasi menangkap peluang bisnis juga ada).
Institusi yang cenderung guyub dan welas asih. Perguruan tinggi Katolik, tua, sebagaimana pada sejumlah anggota APTIK ini umumnya dibangun berbasis paguyuban. Suasana kerja yang guyub ditandai oleh atmosfir kelompok yang nyaman, harmonis, dengan lingkungan kekeluargaan, saling mengenal dan mendukung satu sama lain. Relasi yang demikian merupakan basis yang kuat untuk membangun rasa saling percaya untuk saling mengandalkan satu sama lain. Suasana kerja demikian bernilai positif. Akan tetapi, ketika lingkungan kerja menuntut pengelolaan secara profesional, suasana kerja guyub yang terbangun dengan basis emosional akan mengalami goncangan. Kritik sulit dilakukan atas nama mengganggu harmoni sosial.
Pengembangan isi pembelajaran. Isi pembelajaranlah yang perlu terus diadaptasikan, jika pengelola program studi tidak ingin terjebak dalam penataan kurikulum. Bahan kajian bisa saja tetap sama, tetapi fokus penekanan dalam perkuliahan harus berubah. Kuliah Riset Pemasaran yang sekedar berfokus pada proposal riset, cara pengambilan data dan analisisnya jelas membuat lulusan tidak laku di pasar, karena ada big data yang lebih cepat dan lebih lengkap memotret pola belanja, jenis dan karakteristik produk yang disasar masyarakat. Pun demikian halnya dengan perkuliahan Observasi dan Wawancara sebagai instrumen pengambilan data. Materi teknik konseling harus bergeser dari sekedar kemampuan menggali akar masalah seorang klien, karena AI terapis bisa lebih akurat dalam mengenali emosi yang tengah dialami subjek.Matakuliah Pelatihan yang mengajarkan mahasiswa menyusun modul dan menguji-cobakannya harus mempertimbangkan praktek baru di lapangan. Dunia industri sudah mulai meninggalkan pelatihan dalam kelas, sebaliknya memulai pembelajaran berbasis digital yang lebih sesuai Millenial yang kini sudah mendominasi dunia kerja. Tes Psikologi berbasis komputer perlu diperkenalkan kepada mahasiswa, tanpa meninggalkan pemahaman alat tes dan tujuan penggunaannya. Penggunaan skala untuk mengukur prejudice dan diskriminasi sudah bisa dilakukan oleh AI dengan robot, dengan hasil data lebih akurat. Singkat kata, subjek pengajaran bisa saja tetap sama, tetapi metodologinya harus berubah. Pembelajar harus diperkenalkan dengan peran lain, di atas kemampuan yang dihasilkan oleh mesin belajar.
Bahan kajian baru. Logika kerja kecerdasan buatan tetap perlu dipahami oleh mahasiswa. Karena itu bagaimana AI berproses perlu dipahami oleh mahasiswa, khususnya pengolahan big data hingga ditarik kesimpulan atas sebuah produk. Dengan demikian, mahasiswa bisa segera mengaitkan kuliah riset pemasaran dengan penggunaan big data yang tengah terjadi di lapangan, misalnya. Sangat relevan di sini adalah matakuliah coding yang kiranya sangat perlu untuk diperkenalkan pada mahasiswa non IT.
Kerjasama dengan dunia industri. Dunia kerja berubah sangat cepat dan tidak ada cara lain kecuali mencermati perkembangan pasar. Untuk itu, kerjasama kampus dengan dunia industri harus diintensifkan. Kampus bisa menjadi lokomotif atas tumbuhnya inovasi dan pertumbuhan, dan industri merupakan laboratorium dari tempat uji temuan tersebut. Ini bisa terfasilitasi apabila tema riset relevan dengan kebutuhan dunia industri. Projek riset melibatkan mahasiswa untuk penelitian skripsinya, dan diperkuat dengan praktek kerja langsung di unit ini. Hasil riset kemudian dikembangkan lebih lanjut sebagai karya pengabdian kepada masyarakat baik dalam capacity building karyawannya dalam bentuk program sertifikasi, dalam bentuk advokasi dan pemberdayaan masyarakat.
Menjadikan pembelajar sebagai long life learner’ . Merespons pasar kerja yang berubah dengan sangat cepat, maka perguruan tinggi perlu memasukkan sasaran untuk menghasilkan pembelajar seumur hidup ke dalam capaian pembelajaran “bagian sikap dan nilai-nilai”, dan mayoritas matakuliah harus diberi beban untuk pencapaiannya. Untuk ini, PBM harus memungkinkan berkembangnya pribadi yang fleksibel, siap beradaptasi, dan bersedia terus belajar untuk mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan. Kunci keberhasilan untuk membangun sikap dan nilai-nilai ini ada pada dosen. Seorang pengajar yang di dalam dan di luar kelas menunjukkan antusiasmenya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berupaya untuk mengenali/menggali/mengkritisinya bersama mahasiswanya cenderung akan ditiru juga oleh mahasiswanya. Sikap terbuka dengan mengakui ketidaktahuannya, lalu memberi kesempatan pada mahasiswa untuk menjelaskan akan menunjang pembentukan sikap tersebut. Peneliti menyadari kalau ini bukan perihal yang mudah bagi para dosen dengan relasi yang bersifat hirarkis dengan mahasiswanya. “Mosok sih dosen tidak tahu” merupakan respons yang tidak diharapkan di masyarakat Indonesia.
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Institusi pendidikan harus membangun kemampuan berpikir kritis mahasiswa, agar bisa merespons derasnya informasi di era teknologi ini dan trampil memilah sambil mengkritisi keakuratan informasi tersebut. Kehadiran teknologi bak koin dengan dua sisi: satu memudahkan hidup, tetapi sekaligus ancaman akan kehilangan sense of control. Bisnis dewasa ini tidak lagi bergerak pada penawaran produk, tetapi upaya untuk meraup data dari 132 juta lebih pengguna internet Indonesia. Big data ini merupakan asupan kepada ahli AI, sehingga terpetakan pola perilaku manusia: apa yang jadi kesukaan/kebutuhannya dalam berwisata, berbelanja, makan, dan sebagainya). Kebebasan individu hampir tidak ada lagi, ke manapun melangkah bisa dideteksi, seolah tidak ada lagi ruang privat. Mau bebas dari semuanya ini hanya dengan satu cara: tidak menggunakan smartphone. Singkat kata, teknologi menumbuhkan kemandirian untuk tidak lagi banyak bergantung pada orang lain, namun perlahan manusia kehilangan kebebasan untuk mengontrol dirinya sendiri.
Fungsi dosen harus beralih dari transfer pengetahuan menjadi fasilitator dalam diskusi, ahli yang kaya dengan pengalaman di bidangnya, dan pengarah nilai/pengawal etika. Mesin belajar belum mampu menyentuh aspek perbedaan kemampuan individu dalam belajar; pun tidak menyentuh permasalahan etika atau pelanggaran nilai. Mengikuti taksonomi Bloom (1956 in Krathwohl, 2002), maka sasaran belajar pada level dasar seperti untuk mengingat dan memahami bisa diserahkan kepada mesin belajar; atau berbasis digital. Akan tetapi, pada level-level lebih tinggi, ketika masuk dalam tahap evaluasi maupun kreasi, di sinilah figur dosen diperlukan. Level evaluasi berbicara kemampuan mahasiswa memberikan justifikasi atas pandangan dan keputusannya; sementara kreasi menyasar kemampuan mahasiswa menghasilkan produk atau sudut pandang. Pada bagian inilah, tampil kekuatan dari pendidikan Katolik yakni pembentukan karakter, di mana terjadi penanaman nilai melalui proses diskusi dan refleksi atas isu yang tengah di bahas.
Kembali pada pembelajaran berbasis digital, maka blended learning yang mengombinasikan belajar gaya tradisional dengan basis digital harus dikembangkan. Belajar menjadi lebih efektif, karena mengakomodasi pembelajar yang adalah digital native dan menempatkan dosen pada posisi seharusnya di era teknologi.
Dosen bisa berperan dengan baik di sini, apabila punya pengalaman yang kaya, mengembangkan case study berbasis data lapangan sebagai bahan diskusi, mengkritisi praktek di lapangan dari sisi etika, dan nilai yang akan ditegakkan. Hal ini hanya mungkin terjadi jika dosen turun ke lapangan; melihat aplikasi teori dalam konteks Indonesia dan isu yang muncul dalam implementasinya di lapangan. Kegiatan ini bisa berlangsung sebagai penelitian yang hasilnya kemudian dibawa ke dalam kelas sebagai bahan diskusi. Dharma pengajaran terintegrasi dengan dharma penelitian. Pemahaman sebuah teori dari lapangan Indonesia sendiri sekaligus merespons isu menara gading kampus sebagaimana dipaparkan sebelumnya.
Perguruan tinggi, terlebih yang usianya tua, terlambat merespons era disrupsi. Kelambanan lebih terasa lagi pada institusi berlabelkan ‘Katolik’. Sebagaimana power distance yang tinggi pada relasi dosen-mahasiswa, sifat sentralistik dan hirarkis juga mewarnai pengelolaan institusi Katolik. Pola demikian tentu menghasilkan pengambilan keputusan yang lambat, dan sangat hati-hati.
Keterlambatan merespons tantangan eksternal tidak lepas pula dari sejarah Pendidikan Katolik di Indonesia yang pada sebuah masa merupakan institusi paling dicari di negeri ini. Kualitas pendidikan diakui, dan pendidikan karakter sangat menonjol. Jumlah pesaing yang rendah pada waktu itu membuat perguruan tinggi tua dan Katolik ini terjebak dalam zona nyaman. Rasa aman dan nyaman ini tetap terpelihara meski PTS bermunculan di awal tahun 90-an, termasuk institusi pendidikan yang didirikan oleh kalangan bisnis. Ini bisa dicermati dalam berbagai pertemuan, entah diselenggarakan oleh Kopertis, Dikti, juga dunia industri, PT tua jarang menghadirinya. Sebaliknya PT yang lahir belakangan sangat antusias; mereka sadar dirinya pendatang baru, butuh belajar, ingin berjejaring untuk mengembangkan institusinya.
Sadar tidak sadar, kehadiran PTS baru ini cenderung dipandang sebagai ‘kelompok lain’, tidak sama dengan PT tua Katolik yang unggul ini, sehingga tidak dirasakan sebagai ancaman. Lebih dari itu, kata ‘bisnis’ dipandang seolah berseberangan dengan ajaran sosial preferential option for the poor, maka terjadilah atribusi yang tidak akurat. Dampaknya tentu pada respons terhadap pertumbuhan PTS lain. Kondisi bak ditampilkan oleh ‘kancil’ dalam pertandingannya dengan sang kura-kura; terlena bahkan tertidur, karena persepsi keliru terhadap lawan yang tidak sebanding. Tantangan untuk mendapatkan mahasiswa baru membangunkan kita semua akan riilnya kompetitor di depan mata.

Daftar Pustaka

Ali, Hapzi. (2018). MODUL PERKULIAHAN STRATEGIC MANAGEMENT: Disruption Era. Universitas Mercu Buana
Thompson, A. A., Peteraf, M. A., Gamble, J. E., & Strickland III, A. (2014). Crafting and Executing Strategy : The Quest for Competitive Advantage. McGraw-Hill
Murniarti, Juliana. Era Disrupsi: Tantangan dan Peluang bagi PT anggota APTIK. Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK)
Sousa, Maria Jose & Alvaro Rocha. Skills for Disruptive Digital Business. Elsevier, Inc.




Evaluasi dan Review Manajemen Stratejik


STRATEGIC MANAGEMENT
“Evaluasi dan Review”

Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA




Disusun oleh:
Fauzan           55117120032



Program Studi Magister Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Unversitas Mercu Buana
Jakarta
Desember 2018

Review Materi
Business Model Canvas (BMC) adalah model bisnis yang terdiri dari 9 blok area aktivitas bisnis, yang memiliki tujuan memetakan strategi untuk membangun bisnis yang kuat, bisa memenangkan persaingan dan sukses dalam jangka panjang. 9 blok tersebut terdiri atas:
·         Customer Segment
·         Value Propositions
·         Customer Relationships
·         Channels
·         Revenue Stream
·         Key Resources
·         Key Activities
·         Key Partnership
·         Cost Structure
Diversifikasi merupakan salah satu strategi yang dilakukan perusahaan untuk memperluas usaha dengan membuka beberapa unit bisnis atau anak perusahaan baru baik dalam lini bisnis yang sama dengan yang sudah ada maupun dalam unit bisnis yang berbeda dengan bisnis inti perusahaan. Terdapat 3 bentuk strategi diversifikasi, yaitu:
·         Strategi Diversifikasi Konsentris (Concentric Diversification Strategy)
·         Strategi Diversifikasi Horizontal (Horizontal Diversification Strategy)
·         Strategi Diversifikasi Konglomerasi (Conglomerate Diversification Strategy)
Balanced Scorecard atau BSC merupakan suatu sistem manajemen strategi (Strategic Based Responsibility Accounting System) yang menjelaskan mengenai misi serta strategi dari suatu perusahaan ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur kinerja perusahaan tersebut. Scorecard sendiri memiliki makna kartu skor. Balanced Scorecard merupakan suatu mekanisme pada sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi serta strategi organisasi ke dalam suatu tindakan yang nyata di lapangan. Sehingga balanced scorecard menjadi salah satu alat manajemen yang terbukti membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.
Adapun beberapa perspektif yang ada pada balanced scorecard, yaitu:
·         Perspektif Keuangan
·         Perspektif Pelanggan
·         Perspektif Proses Bisnis Internal
·         Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Etika bisnis dapat diartikan sebagai penerapan prinsip dan standar etika terkait tindakan dan keputusan organisasi bisnis dan perilaku para stakeholder nya. Prinsip etika dalam bisnis tidaklah terlalu berbeda dibandingkan prinsip etika secara umum, hal ini dikarenakan dalam bisnis pun tindakan yang dilakukan haruslah sesuai dengan konteks di lingkungan masyarakat mengenai apa yang benar dan apa yang salah. Sehingga tidak ada standar etika khusus yang hanya berlaku untuk situasi bisnis. Terdapat tiga aliran pemikiran berbeda mengenai sejauh mana standar etika dapat diaplikasikan secara lintas budaya dan apakah perusahaan multinasional dapat menerapkan standar etika yang sama pada setiap lokasi dimana mereka beroperasi, yaitu:
·         The School of Ethical Universalism
·         The School of Ethical Relativism
·         Ethics and Integrative Social Contract Theory
Corporate Social Responsibility (CSR) mengacu kepada tugas perusahaan untuk beroperasi dengan cara yang mulia, menyediakan lingkungan kerja yang baik untuk pekerja, mendorong keragaman tenaga kerja, menjadi pelayan yang baik untuk lingkungan dan dengan aktif berusaha untuk memperbaiki kualitas kehidupan di wilayah perusahaan beroperasi. Strategi CSR biasanya terdiri dari lima komponen, yaitu:
·         Tindakan untuk memastikan bahwa perusahaan dijalankan dengan mulia dan beretika
·         Tindakan untuk mendukung kedermawanan, berpartisipasi dalam pelayanan komunitas, dan mempebaiki kualitas kehidupan secara mendunia
·         Tindakan untuk menjaga dan mempertahankan lingkungan
·         Tindakan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan, dan membuat perusahaan memiliki lingkungan kerja yang baik
·         Tindakan untuk mengembangkan keberagaman di tempat kerja
Manajemen risiko (risk management) oleh Sadgrove didefinisikan sebagai suatu pendekatan terstruktur atau metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman, yang disebabkan oleh suatu rangkaian aktivitas manusia, yang didalamnya termasuk penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya, dan mitigasi risiko dengan menggunakan pengelolaan sumber daya. Secara umum, manajemen risiko pada kegiatan operasional akan dilakukan berdasarkan empat tahapan proses, yaitu:
1.      Identification of hazard
2.      Risk assessment and valuation
3.      Tactical risk decision and crisis management
4.      Strategic risk mitigation
Strategi samudera biru  ( Blue Ocean Strategy) adalah strategi yang menantang perusahaan untuk keluar dari samudra merah persaingan berdarah dengan cara menciptakan ruang pasar yang belum ada pesaingnya, sehingga kata kompetisi pun menjadi tidak relevan. Strategi samudra biru berfokus pada menumbuhkan permintaan dan menjauh dari kompetisi dengan menciptakan suatu nilai dan keunikan yang tidak sembarang unik, namun juga merupakan pangsa pasar menguntungkan.
Kanvas strategi adalah kerangka aksi sekaligus diagnosis untuk membangun strategi samudra biru yang baik. Ia merangkum situasi terkini dalam ruang pasar yang sudah dikenal. Hal ini memungkinkan anda untuk memahami di mana kompetisi saat ini sedang tercurah, memahami faktor-faktor apa yang sedang dijadikan ajang kompetisi dalam produk, jasa, dan pengiriman, serta memahami apa yang didapat konsumen dari penawaran kompetitif yang ada di pasar. Terdapat empat pertanyaan kunci untuk menantang logika dan model bisnis sebuah industri, yaitu:
·         Faktor apa saja yang harus dihapuskan dari faktor-faktor yang telah diterima begitu saja oleh industri?
·         Faktor apa saja yang harus dikurangi hingga dibawah standar industri?
·         Faktor apa saja yang harus ditingkatkan hingga di atas standar industri?
·         Faktor apa saja yang belum pernah ditawarkan industri sehingga harus diciptakan?
Salah satu tools yang paling kuat dan banyak digunakan untuk mendiagnosis tekanan persaingan utama di pasar adalah menggunakan porter’s five forces model. Dalam melakukan analisis menggunakan porter’s five forces model, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan yaitu:
·         Ancaman perusahaan kompetitor (threat of rivalry competitor)
·         Ancaman pendatang baru (threat of new entrants)
·         Ancaman produk pengganti (threat of substitute products)
·         Daya tawar pembeli (bargaining power of buyers)
·         Daya tawar pemasok (bargaining power of suppliers)
Matriks BCG atau BCG Matrix adalah alat analisis bisnis yang digunakan untuk membantu perusahaan dalam mempertimbangkan peluang pertumbuhan dengan perencanaan strategis jangka panjang dan meninjau portofolio produk perusahaan tersebut agar dapat mengambil keputusan untuk berinvestasi, mengembangkan atau menghentikan produknya. Matrik BCG ini juga membantu perusahaan dalam menentukan pengalokasian sumber daya dan sebagai alat analisis dalam pemasaran merek, manajemen produk, manajemen strategis dan analisis Portofolio. ). Matriks BCG terdiri dari matriks yang berukuran 2 baris x 2 kolom atau terdiri dari 4 sel (4 kuadran). Keempat sel tersebut pada dasarnya mewakili 4 kategori portofolio produk perusahaan dari 2 dimensi klasifikasi bisnis unit yaitu Relative Market Share (pangsa pasar relatif) dan Market Growth Rate (tingkat pertumbuhan pasar). Kategori tersebut masing-masing diwakili oleh:
·         Stars (Bintang)
·         Cash Cows (Sapi Perah)
·         Dogs (Anjing)
·         Question Marks (Tanda Tanya)
Era digital merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan  kemunculan digital, atau jaringan internet, terutama dalam bidang teknologi informasi komputer. Media baru Era Digital sering disebut dalam menggambarkan apa yang dinamakan teknologi digital. Karakteristik dari media digital antara lain mudah untuk dimanipulasi dan bersifat jaringan atau internet. Saat ini, media massa mulai condong beralih menjadi media digital karena adanya pergeseran budaya dalam cara menyampaikan komunikasi. Kemampuan media era digital ini memungkinkan masyarakat untuk menerima informasi dengan lebih cepat, sehingga masyarakat cenderung untuk berpindah haluan dari media cetak menjadi media digital.
Disruption merupakan singkatan dari disruptive innovation yang dapat diartikan sebagai sebuah inovasi yang dapat membantu menciptakan pasar baru, tetapi disisi lain juga dapat mengganggu atau merusak pasar yang ada. Gagasan ini pertama kali dikemukakan oleh Clayton M. Christensen pada tahun 1997, sebagai cara untuk memikirkan perusahaan yang sukses tidak hanya memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini, tetapi juga melakukan peramalan apa yang dibutuhkan di masa depan. Era disrupsi ini ditandai dengan fenomena pergeseran aktivitas masyarakat dari yang awalnya dilakukan di dunia nyata berpindah ke dunia maya.
Rhenald Kasali mengungkapkan bahwa terdapat 5 hal yang penting dalam disrupsi, yaitu: disrupsi berakibat terhadap penghematan biaya melalui proses bisnis yang lebih simpel, disrupsi membuat kualitas apapun yang dihasilkannya lebih baik ketimbang sebelumnya, disrupsi berpotensi menciptakan pasar baru atau membuat pasar yang selama ini tertutup menjadi terbuka, produk.jasa hasil disrupsi harus lebih mudah diakses atau dijangkau para penggunanya, dan disrupsi membuat segala sesuatu menjadi lebih pintar. . Terdapat 3 hal yang harus dipahami telah berubah akibat disrupsi, yaitu:
·         Pasar yang baru
·         Nasib yang berbeda
·         Bersaing dengan business model
Tema dan Latar Belakang Tugas Personal
Di abad 21 ini, dimana masing-masing Negara di dunia seolah tanpa ada sekat dan batas ruang maupun waktu, diprediksikanorientasi bisnis para pengusaha akan berubah. Jika sebelumnya orientasi bisnis yang berkembang adalah produsen dengan leluasa dapat memaksakan kehendaknya kepada konsumen dengan produk-produk hasil produksinya, yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan konsumen, maka yang terjadi saat ini adalah kebalikannya. Pergeseran orientasi tersebut ialah para pengusaha telah menyadari sepenuhnya bahwa didalam dunia industri saat ini, konsumenlah sebagai pemegang kendali atas produk yang akan dan ada dipasar, konsumen sangat menentukan jenis dan bentuk produk seperti apa yang bias atau tidak berada dipasar, dengan demikian produsen seolah “dipaksa” untuk mengikuti dan menghasilkan produk yang sesuai dengan nilai dan keinginan konsumen jika mereka tetapingin bertahan.
Memahami lingkungan bisnis merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses perencanaan strategi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut adalah dengan menggunakan analisis SWOT. Dengan melakukan analisis SWOT dapat membantu perusahaan untuk memahami lingkungan bisnis internal dan eksternal untuk membuat rencana strategis dan pengambilan keputusan dengan menganalisis dan memposisikan sumber daya perusahaan menjadi empat kategori, yaitu: strengths, weaknesses, opportunities dan threats.
Costco Wholesale Corporation merupakan perusahaan grosir raksasa internasional terbesar yang didirikan oleh Jim Sinegal dan Jeff Brotman. Costco pertama kali beroperasi di Seattle, Washington, Amerika Serikat pada tahun 1983 dimana pada tahun yang sama Walmart juga membuka toko Sam’s Club dengan format membership yang sama.
Costco dalam menjalankan bisnisnya adalah sebagai low-cost provider. Costco menjual produk-produk bermerek dengan harga yang relatif lebih murah daripada para pesaingnya. Elemen kunci dari strategi ini adalah pembatasan margin dari penjualan produk-produk bermerek mereka. Costco hanya mematok margin sebesar 14% dari penjualan produk bermerek yang dijual di gudangnya. Sedangkan para pesaingnya mematok margin sebesar 20-50% dari penjualan produk serupa. Untuk produk dengan label Costco, margin yang dipatok mereka adalah sebesar 15%. Margin untuk produk jenis ini memang lebih besar daripada margin dari produk dengan merek nasional. Namun, bila dibandingkan dengan para pesaing lainnya margin Costco ini tetap lebih rendah 20%.
Kemampuan Costco menjalankan strategi low-pricenya adalah karena mereka membatasi pilihan dari masing-masing produk yang dijualnya. Costco hanya menjual 3,700 jenis produk kepada para pelanggannya dengan membatasi pilihan mereka dari aspek ukuran, warna, mapun modelnya. Tujuan dari pembatasan pilihan produk ini adalah agar Costco dapat mengontrol pelanggan yang menjadi fokus mereka. Costco tidak melayani pelanggan yang mengingikan produk dalam ukuran kuantitas yang relatif kecil. Hal itu merupakan salah satu kelemahan Costco dalam merespon pasar yang jenisnya bervariasi, namun kelemahan tersebut dijadikan sebagai kekuatan oleh Costco karena dengan memiliki fokus pelanggan, maka perusahaan lebih mudah dalam mengelola bisnis mereka.
Kesimpulan Tugas Personal
Analisis SWOT merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam membantu perencanaan dan pengambilan keputusan. Dalam proses manajemen strategis sejumlah teknik analisis digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan. Selama bertahun-tahun analisis SWOT telah menjadi teknik yang sering digunakan untuk melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Proses manajemen strategis dimulai dengan evaluasi analisis internal perusahaan. Analisis internal digunakan untuk mengidentifikasi sumber daya internal serta kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Analisis eksternal digunakan untuk mengidentifikasi peluang pasar sekaligus ancaman yang dihadapi dengan menganalisis lingkungan secara umum. Ketika analisis internal menunjukkan sumber daya yang perlu ditingkatkan dan dipertahankan, analisis eksternal memungkinkan perusahaan untuk menyelaraskan strategi mereka sesuai dengan keadaan lingkungan bisnis.
Analisis SWOT dilakukan dengan membandingkan strengths, weaknesses, opportunities dan threats perusahaan. Strengths dan weaknesses ditinjau berdasarkan opportunities dan threats yang dihadapi saat ini serta di masa depan. Dengan menggunakan analisis SWOT, perusahaan dapat mengetahui situasi yang dihadapi sehingga kemudian dapat mengembangkan strategi yang tepat untuk menghadapi situasi tersebut. Meskipun menjadi salah satu teknik yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan, analisis SWOT juga memiliki kekurangan dan keterbatasan. Analisis SWOT hanya menyajikan faktor-faktor kualitatif dalam lingkungan makro dan mikro perusahaan, dan biasanya hal tersebut sulit untuk digunakan dalam pengambilan keputusan. Dengan adanya keterbatasan tersebut, analisis SWOT biasanya harus digabungkan dengan teknik lain untuk proses pengambilan keputusan.
Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan terhadap Costco Wholesale, penulis mencoba memeberikan beberapa rekomendasi strategi yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk semakin mengembangkan bisnisnya. Rekomendasi tersebut antara lain:
·      Online shopping
Perkembangan teknologi yang sangat pesat harus dapat direspon secara cepat juga oleh Costco jika tetap ingin bersaing dengan kompetitornya. Perubahan pola konsumsi dari konsumen yang cenderung lebih suka untuk berbelanja secara online karena lebih murah dan mudah harus ditanggapi oleh Costco dengan menyediakan layanan online shopping dan delivery service juga. Kompetitornya, Walmart, sudah lebih dahulu menerapkan online shopping ini. Costco juga dapat menyediakan promo terkait dengan online shopping yang dapat menarik pelanggan, seperti free shipping, discount, dll.  
·      Memperbanyak cabang
Cabang yang semakin banyak yang tersebar di berbagai daerah, terutama daerah yang memiliki pertumbuhan yang tinggi dapat membuat pangsa pasar Costco semakin luas sehingga penjualan dapat meningkat.
·      Menambah variasi produk yang dijual
Penjualan produk yang semakin lengkap dengan harga yang murah dapat memperkecil kemungkinan adanya pelanggan yang tidak jadi membeli karena tidak adanya barang yang ingin dibeli sehingga perluang hilangnya potensi pendapatan perusahaan dapat semakin kecil juga. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan oleh Costco untuk menjual beberapa produk yang tidak dijual oleh pesaing lainnya (diferensiasi produk).
·      Melakukan inovasi produk dari “Kirkland Signature”
Kirkland Signature telah banyak mendapatkan perhatian dan kepercayaan dari para member Costco karena kualitas dan harga yang ditawarkan untuk produk dari brand tersebut. Oleh karena itu, hal ini dapat dimanfaatkan oleh Costco untuk melakukan inovasi yang menghasilkan produk baru.
Saran Tugas Personal
Untuk pembelajaran ke depannya, tugas personal yang diberikan mungkin bisa lebih disederhanakan tetapi cakupan materinya lebih luas. Misalnya mahasiswa hanya akan melakukan analisis pada 4 atau 5 perusahaan dalam satu industri, tetapi setiap mahasiswa menggunakan tools yang berbeda seperti analisis menggunakan SWOT dan Porter’s Five Forces sehingga dapat terlihat posisi masing-masing perusahaan tersebut ditinjau dari materi yang telah dipelajari dalam mata kuliah ini. Model tugas seperti itu menurut saya dapat menambah kemungkinan terjadinya diskusi yang lebih intens karena setiap tugas akan saling terhubung dan karena perusahaan yang dijadikan objek analisis berada dalam satu industri akan membuat setiap mahasiswa memiliki argumennya tersendiri.